Untukmengetahui Pertumbuhan dan perkembangan Tasawuf 1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tasawuf Dalam mengajukan teori tentang pengertian Tasawuf dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: 1. Dari segi Etimologis Secara etimologis, pengertian dari tasawuf terdiri dari beberapa macam sebagai berikut: Pertama, Tasawuf berasal dari istilah yang
Sufism comes from the word suffah. Suffah is a term or term for people who live a simple life, and can be said to be poor which is far from glamorous. These were friends of the Prophet who had migrated and lived around the Medina mosque. Sufism comes from the word shuf. Shuf means wool yarn. Mention for people who use coarse wool or sheep's clothing. Unlike wool now, it was used by most poor people. While the rich people in the past usually used clothes made of silk. Sufism comes from the word Shafa 'which means, people who purify their hearts to draw closer to Allah. This is what Samsul Munir Amin said in his book entitled The Knowledge of Sufism. Whereas according to the terms of Sufism is, how to purify the soul and heart of all forms of hustle and bustle and fill it with love for God. This is intended to get closer as close as God. Sufism itself appeared at the time of Tabi'in in the second century. Then in the following centuries, the III and IV centuries later emerged in Sufism. This article discusses Sufism starting from the foundation and motivation of the birth of Sufism, the history of the development of Sufism and its phases, types of Sufism, and the benefits of Sufism in the world of Islamic education. Keywords Sufism and suffah, the world of Islamic education A. PENDAHULUAN Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus Rasulullah untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa noda-noda yang menghingapi masyarakat pada waktu itu. Muhammad Fauqi H, 2013 7. Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah Muhammad Menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Segala pola dan tingkah laku, amal perbuatan dan sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi menjadi Rasul meruapakan manifestasi dari Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DARI ZAMAN KE ZAMAN Oleh Rumzil Azizah, Email azizahrumzil Rosidi, Email rosidi ABSTRACT Sufism comes from the word suffah. Suffah is a term or term for people who live a simple life, and can be said to be poor which is far from glamorous. These were friends of the Prophet who had migrated and lived around the Medina mosque. Sufism comes from the word shuf. Shuf means wool yarn. Mention for people who use coarse wool or sheep's clothing. Unlike wool now, it was used by most poor people. While the rich people in the past usually used clothes made of silk. Sufism comes from the word Shafa 'which means, people who purify their hearts to draw closer to Allah. This is what Samsul Munir Amin said in his book entitled The Knowledge of Sufism. Whereas according to the terms of Sufism is, how to purify the soul and heart of all forms of hustle and bustle and fill it with love for God. This is intended to get closer as close as God. Sufism itself appeared at the time of Tabi'in in the second century. Then in the following centuries, the III and IV centuries later emerged in Sufism. This article discusses Sufism starting from the foundation and motivation of the birth of Sufism, the history of the development of Sufism and its phases, types of Sufism, and the benefits of Sufism in the world of Islamic education. Keywords Sufism and suffah, the world of Islamic education A. PENDAHULUAN Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad SAW diutus Rasulullah untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Juga Muhammad berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa noda-noda yang menghingapi masyarakat pada waktu itu. Muhammad Fauqi H, 2013 7 . Tahannuts dan khalwat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku problema hidup yang beraneka ragam ini, berusaha memperoleh petunjuk dan hidayah dari pencipta alam semesta ini, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Dalam situasi yang sedemikianlah Muhammad Menerima wahyu dari Allah SWT yang penuh berisi ajaran-ajaran dan peraturan-peraturan sebagai pedoman untuk ummat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Segala pola dan tingkah laku, amal perbuatan dan sifat Muhammad sebelum diangkat menjadi menjadi Rasul meruapakan manifestasi dari 2 kebersaihan hati dan kesucian jiwanya yang sudah menjadi pembawaan sejak kecil. Dengan turunnya wahyu yang pertama pada tanggal 17 Ramadhan atau 16 Agustus 571 M, berarti nabi Muhammad SAW telah diangkat dan diutus menjadi Rasul untuk mengembangkan amanat Allah dan menyelamatkan ummat manusia dari lembah kejahilan dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga wahyu yang diturunkan itu Rasulullah dapat membenahi masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Adapun tentang sumber-sumber yang menjadi landasan tasawuf Islam itu terdapat bermacam-macam pendapat. Diantaranya ada yang menyatakan bahwa sumber tasawuf islam adalah dari ajaran Islam itu sendiri. Selain itu pula ada yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari persia, Hindu Nasrani dan sebagainya. Syamsun Ni'am, 2014 122. Orientalis Messignon dalam “Encyclopedie de Islam” berkata tentang sumber tasawuf bahwa ”ulama-ulama Islam masih bersimpang siur dalam memecahkan dan mencari sebab-sebab terjadinya perselisihan besar dalam bidang Aqidah islam diantara pelbagai mazhab didalam Islam, yaitu antara mazhab tasawuf dan mazhab ahli Sunnah wal-Jama`ah”. Menurut penadapat merx ”Tasawuf merupakan aliran yang datang kedalam islam yang berasal dari pendeta-pendeta Syam. Menurut Jones, tasawuf islam itu berasal dari Filsafat Neo Platonisme atau berasal dari agama Zoroaster Persia atau agama Hindu. Tentang tasawuf Islam itu berorientasi Nicholson menjelaskan sebagai berikut “Menetapkan tasawuf Islam merupakan import ke dalam Islam, tidaklah dapat diterima, yang sebenarnya ialah kita melihat sejak lahir agama Islam, bahwa bibit berfikir seperti dasar-dasar tasawuf itu ada yang telah tumbuh didalam hati setiap keluarga Jama`ah Islam yaitu sewaktu orang islam itu sedang membaca Al-Qur`an dan Hadist Nabinya”. Harun Nasution,199058. Dari pendapat-pendapat tersebut diatas jelas adanya perbedaan pandangan tentang sumber tasawuf Islam itu, namun demikian dapat dinyatakan bahwa para orientalisten yang kurang jujur berpendapat bahwa tasawuf Islam itu berpendapat bahwa islam itu sendiri sudah ada benih-benih untuk tumbuh dan berkembang sesudah disemaikan didalam lubuk hati setiap muslim, karena tidak dapat dipungkiri lagi ajaran yang menyatakan bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang dapat mengatasinya,” dengan pengertian lain dapat ditegaskan bahwa kemurnian ajaran islam itu benar-benar mengandung nilai-nilai kerohanian yang menjadi sumber akhlak bagi setiap muslim, terutama bagi para sufi yang senantiasa berusaha membersihkan hati dan mensucikan jiwa mereka dan berhias dengan perangkai terpuji serta menjauhkan diri dari perangai tercela. Harun Nasution,199058. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa sumber dan landasan tasawuf islam itu sendiri, tetapi dalam perkembangan selanjutnya mendapat pengaruh dari luar islam. Tasawuf Islam itu dalam perkembangannya mempunyai unsur-unsur yang jauh. Unsur yang dekat dan unsur-unsur yang jauh. Unsur yang dekat ialah Al-Quran, Hadist, Sirah Nabi, Sirah Khulafaurrasyidin, Struktur 3 Sosial dan Firqah-firqah sedangkan unsur jauh ialah pengaruh agama Nasrani, yahudi, budha dan Persia. B. PEMBAHASAN 1. Sejarah perkembangan tasawuf dan fase-fasenya Perkembangan tasawuf dalam Islam telah mengalami beberapa fase, yaitu Pada abad pertama dan kedua hijriah, yaitu fase asketisme zuhud. Sikap ini banyak dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini terdapat individu-individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah dan tidak mementingkan makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Muhammad Fauqi H , 2013 17. Tahap pertama, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang masih sangat sederhana. Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum Muslim memusnahkan perhatian memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan akhirat Mereka adalah, antara lain Al-hasan Al-Basri w. 110 H dan Rabi`ah Al-Adawwiyah H kehidupan “model” zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 H ketika kaum sufi mulai memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis dalam rangka pembentukan prilaku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan luas dalam bidang akhlak mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT. Sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti Fana`, terutama Abu Yazid Al-Busthami w. 261 H Dengan demikian, suatu ilmu khusus telah berkembang dikalangan kaum sufi, yang berbeda dengan ilmu fiqh, baik dari segi objek, metodologi, tujuan, maupun istilah-istilah keilmuan yang digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan antara lain Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Khusairi dan `Awarif Al-Ma`arif karya Al-Suhrawardi Al-baghdadi. Tasawuf kemudian menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadah-ibadah praktis. Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak berkembang ± satu abad. Pada abada ketiga hijriah, muncul jenis – jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran yang eksekutif yang diwakili oleh AL-Hallaj yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai hulul pada 309 H. Boleh jadi Al-Hallaj mengalami peristiwa naas seperti ini karena paham hululnya ketika itu sangat kontraversional dengan kenyataan di masyarakat yang tengah mengandrungi tasawuf akhlaqi. Samsul Munir Amin, 2015 209. Dari sisi lain, pada abad ke-3 dan ke-4 muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Juanid dan Sari Al-Saqathi serta Al-Kharraz yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah bentuk jamaah. Untuk pertama kali dalam islam terbentuk tarekat yang kala itu merupakan semacam lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pengajaran teori dan praktik kehidupan sufisfik, kepada para murid dan orang- 4 orang yang berhasrat memasuki dunia tasawuf. Demikian juga ajaran tasawuf al-Suhrawardi, pendiri mazhab isyraqiyyah yang memaklumkan dirinya sebagai seorang nabi yang menerima limpahan nur Illahi dan berakhir dengan fatwa ulama bahwa dia adalah seorang kafir yang halal darahnya. Lalu dia digantung di Aleppo pada tahun 587 H dalam usia 38 Tahun. Demikian pula halnya dengan Ibn Sab`in yang telah mengambil jalan pintas dengan membunuh diri karena serangan para ulama yang sangat gencar terhadap ajaran tasawuf yang diajarinya. Tidak sedikit pila para ulama yang membantah ajaran tasawuf Ibn Arabi yang mengajar paham pantheisme bahwa Tuhan dan alam merupakan suatu kesatuan yang dipisahkan. Perbedaannya hanya pada nama, sedangkan pada hakikat adalah satu. Dengan banyaknya ajaran yang menyimpang dari syari`at, maka ilmu tasawuf pada akhirnya mengalami kemunduran yang luar biasa sehingga berakhir dengan kehilangan peranannya dalam ilmu-ilmu Islam dan telah berubah wujudnya dalam bentuk pengalaman tarikat yang tidak membawa sesuatu yang baru dalam ajaran kerohanian Islam selain dari pengagungan para guru atau mursyid serta warisan ajaran yang mereka terima. Pada abad ke-5 H Imam Al-Ghazali tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah dalam sebuah upaya menegmbalikan tasawuf kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pendidikan jiwa pembentukan moral. Pemikiran-pemikiran yang diperkenalkan Al-Ghazali dalam bidang tasawuf dan makrifat sedemikian mendalam dan belum pernah dikenal sebelumya. Dia mengajukan kritik-kritik tajam terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran-pemikiran Mu`tazilah dan kepercayaan bathiniyah untuk menancapkan dasar-dasar yang kukuh bagi tasawuf yang lebih Moderat dan sesuai dengan garis pemikiran teologis Ahl Al-Sunnah wal Jama`ah. Samsul Munir Amin, 2015 233. Dalam orientasi umum dan rincian-rinciannya yang dikembangkannya berbeda dengan konsepsi disebut tasawuf Sunni. Al-Ghazali menegaskan dalam Al-Munqidz min Al-Dhalal, sebagai berikut pertama, Sejak tampilnya Al-Ghazali ,pengaruh tasawuf Sunni mulai menyebar di Dunia Islam. Bahkan muncul tokoh-tokoh Sufi terkemuka yang membentuk tarekat untuk mendidik para murid, seperti Syaikh Akhmad Al-Rifa`I H dan Syaikh Abd. Al-Qadir Al-jailani w. 651 H yang sangat terpengaruh oleh garis tasawuf Al-Ghazali pilihan yang sama dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syadzili H dan muridnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi H, serta Ibn Atha`illah Al-sakandari w. 709 H. model tasawuf yang mereka kembangkan ini adalah kesinambungan tasawuf Al-Ghazali; Kedua, Pada abad ke enam hijriah , sebagai akibat pengaruh kepribadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf sunni semakin meluas ke seluruh pelosok abad ke enam Hijriah,muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah . diantara mereka terdapat Syukhrawardi AL-Maqtul h, syeikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi h dan sebagainya. 5 2. Macam- macam tasawuf Jenis tasawuf menurut perkembangannya zaman ke zaman terbagi menjadi dua, yakni a. Tasawuf sunni Tasawuf Akhlaqi disebut juga Tasawuf Sunni. Tasawuf ini menitik beratkan pada perbaikan akhlak atau moral pada diri seseorang. Orientasinya adalah untuk mencari hakikat kebenaran yang dapat mengantarkan manusia untuk mencapai tingkatan ma’rifat. Ma’rifat adalah bersatunya manusia dengan Allah dengan metode tertentu yang telah ditetapkan. Tasawuf akhlaqi ini juga banyak dikembangkan oleh para Ulama Salafussalih. Samsul Munir Amin, 2015 2. “Dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya, Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya”. QS Asy Syams 7-8 Dari ayat di atas dijelaskan bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan potensi berbuat buruk. Potensi untuk berbuat baik adalah Al Aql dan Al Qalb. Potensi untuk berbuat baik disebut dengan Nafsu yang dibantu dibisikkan keburukannya oleh Setan yang tiada henti menggoda manusia. Menurut para sufi, untuk masuk kepada tasawuf tentu membutukan mental dan juga aspek lahiriah yang siap. Pada awal memasuki tasawuf, maka seseorang harus berkonsentrasi agar dapat menghindarkan diri dari akhlak buruk atau tercela mazmumah dan terus konsisten mewujudkan akhlak yang baik yaitu mahmudah. Samsul Munir Amin, 2015 332. Ajaran ini, menurut para sufi, melatih manusia untuk dapat menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu bagkan sampai pada mematikan hawa nafsu jika memungkinkan. Tentu saja membutuhkan pelatihan dan pembiasaan yang ketat. Para Sufi yang mengembangkan ajaran tasawuf ini diantaranya adalah Hasan al-Basri 21 H – 110 H, Al-Muhasibi 165 H – 243 H, Al-Qusyairi 376 H – 465 H, Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani 470 – 561 H, Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Gajali 450 H – 505 H, Ibnu Atoilah As-Sakandari. Samsul Munir Amin, 2015 141. Pelaksanaan ajaran tasawuf tentu saja tidak bisa dilakukan hanya satu atau dua kali untuk mencapai proses tertinggi, yaitu tujuan mendapatkan ma’rifat. Proses ini dilakukan agar akhlak baik atau mahmudah selalu melekat kepada manusia. Akhlak tercela dan buruk lainnya akan hilang dan tidak mengusik atau mengganggu jiwa manusia yang suci. Jiwa yang buruk atau dipenuhi akhlak tercela tentu akan memudahkan nafsu manusia semakin banyak mendorong untuk melakukan hal hal yang buruk. Untuk itu, kesucian jiwa harus dipenuhi dan terus dipupuk. Berikut adalah proses atau langkah untuk mendapatkan tujuan dari tasawuf akhlaqi. Takhali adalah proses awal yang dilakukan oleh sufi. Aktivitas Takhali ini adalah usaha untuk mengosongkan diri manusia dari perilaku yang tercela. Salah satu akhlak tercela yang disoroti oleh tasawuf adalah 6 kecintaan manusia yang berlebihan terhadap urusan duniawi, hingga melalaikan pada kesucian jiwa dan kesiapan untuk kembali kepada Allah. Takhalli berbeda dengan Tahalli. M. Hamdani Bakran adz-Dzaky, 2002 259. Tahalli adalah proses untuk mengisi dan menghiasi diri manusia dengan pembiasaan perilaku dan akhlak yang baik. Proses ini dilakukan oleh para sufi dengan mengosongkan jiwanya dari segala akhlak yang buruk. Mereka menjalankan ketentuan agama dengan mengintegrasikan ke dalam dan keluar dirinya. Aspek luar adalah kewajiban seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan, untuk yang bersifat ke dalam adalah keimanan, keaatan, dan kecintaan kepada Allah. Mustafa Zahri, 1998 82. Tajalli adalah proses pemantaapan dan pendalaman materi yang sudah dilalui pada proses tahalli. Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib. Proses ini adalah memantapkan dan membuat akhlak-akhlak baik tersebut tetap ada dalam jiwa. Untuk itu, pada proses ini benar-benar menumbuhkan kecintaan dan kerinduan yang mendalam pada Allah SWT. Praktis tasawuf ini tentu saja perlu diperhatikan agar tetap mampu menjawab masalah utama manusia yaitu yang berkenaan dengan Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama yang terdapat dalam Al-Quran. Mustafa Zahri, 1998 245. b. Tasawuf irfani Secara etimologis, kata Irfan merupakan kata jadian mashdar dari kata arafa’ mengenal/pengenalan. Secara terminologis, irfan diindentikkan dengan ma’rifat sufistik. Ahli irfan adalah orang yang berma’rifat kepada Allah. Irfan diperoleh seseorang melalui jalan al-idrak al- mubasyir al wujudani penagkapan langsung secara emosional, bukan penangkapan secara rasional. Sebagai sebuah ilmu, irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan Tuhan. Sebagai ilmu praktis, bagian ini menyerupai etika. Bagian praktis ini disebut sayr wa suluk perjalanan rohani. Bagian ini menjelaskan bagaimana seseorang penempuh rohani salik yang ingin mencapai tujan puncak kemanusiaan, yakni tauhid, harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan-tahapan maqam perjalanannya secara berurutan, dan keadaan jiwa hal yang bakal dialaminya sepanjang perjalanannya tersebut. Samsul Munir Amin, 2015 241 Sementara itu, irfan teoritis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud ontologi, mendiskusikan manusia, Tuhan serta alam semesta. Dengan sendirinya, bagian ini menyerupai teosofi falsafah ilahi yang juga memberikan penjelasan tentang wujud. Seperti halnya filsafat, bagian ini mendefinisikan berbagai prinsip dan problemanya. Namun, jika filsafat hanya mendasarkan argumennya pada prinsip-prinsip rasional, irfan mendasarkan diri pada ketersibukan mistik yang kemudian 7 diterjemahkan ke dalam bahasa rasional untuk menjelaskannya. Samsul Munir Amin, 2015 241 Tokoh-tokoh tasawuf irfani adalah Rabi’ah adalah Rabi’ah binti Ismail Al Adawiyah AL Bashriyah Al Qaisiyah. Dalam perkembangan mistisme Islam, Rabi’ah Al Adawiyah tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada Allah. Rabi’ah Al Adawiyah adalah wanita satu-satunya dalam Islam yg terkenal kesufiannya. Sebagaimana dikutip oleh Eko Ariwidodo, menyatakan bahwa Posisi wanita akan selalu ada di bawah kedudukan laki- laki. “Kaum wanita tidak dapat diberi kedudukan yang tinggi, karena tidak tahu bagaimana mengambil keputusan yang sulit’’. Eko Ariwidodo, 2016 333. Tidak sulit bagi Rabi’ah Al-Adawiyah mengembangkan khazanah keilmu agamaannya mencapai tingkat mahabbah. Menguraikan secara feministik rasa tulus ikhlas ke dalam cinta sebenar-benarnya kepada Allah. Melebihi dari para sufi lainnya yang notabene laki-laki. Sementara generasi sebelumnya merintis aliran astisketisme Islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Rabi’ah pula yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah. Samsul Munir Amin, 2015 242. Abu al-Fayd Tauban bin Ibrahim bin Ibrahim bin Muhammad al-Anshari 772 -860 M yang dijuluki Sahib al-Hut pemilik ikan. Ia dikenal sebagai sufi yang mengembangkan teori tentang ma’rifat. Ma’rifat dalam terma sufistik memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah ilm, yakni sesuatu yang bisa diperoleh melalui jalan usaha dan proses pembelajaran. Sedangkan ma’rifat dalam terma sufi lebih merujuk pada pengertian salah satu metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tingkatan spiritual. Termasuk meyakini bahwa ma’rifat sebenarnya adalah puncak dari etika baik vertical maupun horizontal. Jadi, ma’rifat terkait erat dengan syari’at, sehingga ilmu batin tidak menyebabkan seseorang dapat membatalkan atau melecehkan kewajiban dari ilmu zahir yang juga dimuliakan oleh Allah. Demikian pula, dalam kehidupan sesama, seorang arif akan senantiasa mengedepankan sikap kelapangan hati dan kesabaran dibanding ketegasan dan keadilan. Ia membagi tingkatan ma’rifat yaitu ma’rifat al-tauhid, yakni doktrin bahwa seorang mu’min bisa mengenal Tuhannya karena memang demikian ajaran yang telah dia terima; ma’rifat al-hujjah wa al-bayan, yakni ma’rifat yang diperoleh melalui jalan argumentasi, nalar dan logika. Bentuk kongkritnya, mencari dalil atau argument penguat dengan akal sehingga diyakini adanya Tuhan. Tetapi, ma’rifat kaum teolog ini belum bisa merasakan lezatnya ma’rifat tersebut; ma’rifat sifat al-wahdaniyah wa al-fardhiyah, yakni ma’rifat kaum muqarrabin yang mencari Tuhannya dengan pedoman cinta. Sehingga yang diutamakan adalah ilham atau fadl limpahan karunia Allah atau kasyf ketersingkapan tabir antara Tuhan dengan manusia. Karena pada tingkatan ini, sebenarnya yang lebih berbicara adalah hati dan bukannya akal; 8 Abu Yazid Tahifur bin Isa dari Al-Bisthami dilahirkan pada tahun 188 H. di Bistham Khurasan, Persia. Dari berbagai riwayat diketahui bahwa Abu Yazid adalah seorang faqih, pengikut Abu Hanifah tetapi kehidupannya berubah dengan memasuki dunia tasawuf. Menurut Abu Yazid, Wali Allah itu ada tiga macam, seorang zahid karena zuhudnya, seorang Abid karena ibadahnya, dan seorang Alim karena ilmunya. Samsul Munir Amin, 2015 254. Abul Mubhist Al-Husain Bin Manshur Al-Khallaj di lahirkan di Baidha Persia pada tahun 244H/ Khallaj selalu hidup berpindah-pindah dalam pengembaraan yang panjang. Di dalam pengembaraan itu ia telah tinggal Tustur, Khurasan, Sijistan, Karman, Persia, Ahwaz, Basrah dan Baghdad. Al-Khallaj juga mengembara ke daerah Timur dimulai dari Turkistan, Mesir dan beberapa daerah di India. Selama dalam perjalanan ia mendapat gelaran yang bermacam-macam. Di Baghdad ia digelari dengan Al-Mushtalam, di Tukistan dengan Al-Mukiths, di India dengan Al-Mugihst dan sebagainya. Buku-buku karangannnya antara lain As-Sahaihur Fi Naqshid Duhur, Kaifa Kana Wakaifa Yakun, Al-Abad Wa Al-Mabud, Kitab Huwa-Huwa, Sirru Al-Alam Wa Al-Tauhid, Al-Thawasin Al-Azal. Kitab-kitab itu hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman mati dilaksanakan, kitab yang ia karang pun ikut dimusnahkan, kecuali sebuah yang disimpan pendukungnya yaitu Ibnu Atha dengan judul Al-Thawasi Al-Azal. Dari kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang ajaran-ajaran Al-Khallaj dalam tasawuf. c. Tasawuf falsafi Tasawuf Falsafi secara bahasa bisa kita bagi menjadi dua, yaitu antasa Tasawuf dan Filsafat. Tasawuf artinya kecintaan terhadap tuhan, sedangkan ilmu Filsafat Islamadalah yang berkenaan dengan akal atau fikiran. Falsafi disini adalah cara yang digunakan dalam bertasawuf. Samsul Munir Amin, 2015 264 Tasawuf Falsafi adalah sebuah aliran dalam bertasawuf yang menggabungkan antara visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-peminkiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa ini tidak bisa dikatakan sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan fikiran dan rasio, namun juga tidak bisa dikatakan filsafat seutuhnya karena didasarkan pada rasa. Dengan kata lain Tasawuf Falsafi merupakan penggabungan antara rasa dan rasio. Secara istilah dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari Tasawuf Falsafi adalah, kajian terhadap tuhan, manusia dan sebagainya yang menggunakan motode rasio atau akal. Aliran dalam Tasawuf Falsafi terkesan tidak jelas, karena banyaknya istilah-istilah yang diungkapkan oleh tokoh-tokkohnya dalam aliran ini yang tidak bisa dimengerti, lantaran menggunakan istilah Filsafat. Tokoh-tokoh dalam Tasawuf Falsafi pada umumnya mengerti dan akrab dengan ilmu Filsafat. Mereka mempelajari Filsafat Barat, Yunani Kuno,dan Filsafat Islam, serta mengenal para filosof barat seperti, Socrates, 9 Aristoteles serta pemikiran-pemikiran filosof Islam seperti Al Farabi dan Ibnu Sina. Abdul Kadir Riyadi, 2014 199. Menurut Ibnu Khaldun dikutip dalam karyanya Al Ma’rifat, objek dari kajian Tasawuf Falsafi ini ada empat pertama, Latihan yang bersifat kebatinan atau rohaniyah dengan menggunakan rasa, intuisi dengan dan introspsesi diri dengan tingkatan maqam, hal dan rasa; kedua, Kajian tentang hakekat dari sifat-sifat tuhan, malaikat,arsy, kursy, wahyu, kenabian, roh, hakekat dari alam ghaib dan yang nyata serta susunan kosmos dan penciptaannya. Biasanya para filosoh dalam kajiannya dan latihan rohaniahnya melakukan zikir-zikir dengan meninggalkan keduniaan dan membuka kekhusukan terhadap Allah; ketiga, Peristiwa yang luar. Kejadian yang terdapat di alam ini atau kosmos, yang mempengaruhi kekeramatan; keempat, Pengungkapan teory dengan istilah yang filosofis. Istilah tersebut tidak bisa dipahami seutuhnya oleh masyarakat awam. Istilah Tasawuf Falsafi hanya bisa dimengerti oleh para tokoh Tasawuf Falsafi itu sendiri. Pada intinya, ciri dari Tasawuf Falsafi adalah mengabungan antara pemikiran atau rasionalitas dengan perasaan dzuq. Aliran ini mendasarkan pada dalil naqli dan diungkapkan dalam istilah filosofis. Achmad Mubarok, 2001 124. Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi lainnya adalah Ibnu Arabi, Nama lengkap dari Ibnu Arabi yaitu Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath tha’I Al Haitami. Beliau dilahirkan di Murcia, daerah Andalusia tenggara, Spanyol. Pada tahun 560 H. Ia tinggal di Hijaz dan wafat di sana, pada tahun 638 H. karya Ibnu Arabi yang paling fenomenal adalah Al Futuhat Al Makiyah yang ditulis pada tahun 1201 H. Samsul Munir Amin, 2015 274. Ajaran dari Ibnu Arabi ada tiga Wahdad al wujud – Kesatuan Wujud. Intinya wujud dari semua makhluk itu adalah satu, yaitu wujud dari khaliqnya; Hakiqat Muhammadiyah – Lanjutan dari wahdad Al Wujud adalah Hakikat Muhammadiyah, yang menurut Ibnu Arabi, bahwa penciptaan alam semesta ini adalah pelimpahan dari wujud yang satu yaitu tuhan. Dari yang satu itu, Lalu lahirlah semua wujud dengan segala proses penciptaannya; Wahdad Al Adyan – Turunan ketiga dari Wahdatul Wujud adalah Wahdatul Adyan yaitu kesamaan agama. Semua agama itu adalah satu yang bersumber dari tuhan. Amin Syukur, 2002 7 Al Jilli, Nama lengkap Al Jilli adalah Abdul Karim bin Ibrahin Al- Jilli yang lahir tahun 1365 M dan wafat tahun 1417 M. Baliau lahir di Jilan propinsi di selatan Kaspi. Tempat lahirnya Jilli Gilan yang kemudian menjadi nama dari Al Jilli. Beliau adalah sufi yang terkenal di Bagdad. Ia pernah berguru pada tokoh tarekat Qadariyah yaitu Abdul Qadir Al Jailani, seorang sufi dari India. Ajaran dari Al Jilli adalah Insan Kamil – Pemahaman tentang insan kamil atau manusia sempurna sebagai wujud dari tuhan yang diumpamakan bagai cermin. Seseorang tidak bisa melihat dirinya sendiri kecuali dengan cermin; Maqamat – Al Jilli merumuskan tahapan atau tingkatan yang harus dilalui seorang sufi adalah Islam, Iman, Ihsan, Shalah, Shahadah, Sidqiyyah dan Qurbah. Samsul Munir Amin, 2015 281. 10 Ibnu Sab’in, Nama lengkap dari Ibnu Sab’in adalah Abdul Haq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr. Beliau lahir tahun 614 H di Murcia. Ibnu Sabi’in adalah anak dari keluarga bangsawan, yang hidup berkecukupan. Namun beliau memilih untuk mengasingkan dari segala bentuk kemewahan tersebut. Beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti Bahasa dan Sastra Arab, Ilmu Agama, Ilmu fiqih fiqih pernikahan, fiqih muamalah jual beli, Ilmu Filsafat dan Logika. Ajaran dari Ibnu Sab’in adalah Kesatuan mutlak – Kesatuan mutlak adalah ajaran pemahaman tentang wujud itu hanya satu yaitu wujud tuhan; Menolak paham Aristotelian – Intinya Ibnu Sab’in berusaha menyusun logika baru yang membantah adanya konsep jamak. Konsep ini disusun untuk mencapai kesatuan mutlak tadi. Menurut Ibnu Sab’in logika ini menggunakan penalaran ketuhanan atau ilahi. Pemikiran ini yang membuat manusia melihat dan mendengar sesuatu yang baru, yang belum pernah dilihat dan didengar sekalipun. Mustafa Zahri, 1998 82-89. 3. Manfaat tasawuf dalam dunia Islam Tasawuf memiliki banyak manfaat dalam kehidupan dan dunia islam, di bawah ini adalah 10 manfaat tasawuf yaitu Dalam bidang kecerdasan emosional, apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula; Dalam bidang kecerdasan spiritual, tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan; Dalam bidang Agama, tasawuf ini sangat diperlukan agar umat islam bisa mengamalkan teori Islam secara kaffah dan juga untuk mengembangkan integrasi sosial dan kerukunan hidup dalam beragama serta bebangsa; Dalam bidang etos kerja, tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat. Amin Syukur, 2002 7. Dalam bidang Pendidikan, tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju; Dalam bidang Ilmu Pengetahuan, tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial; Sumber Pengingat, apa yang akan membantu kita terhadap hal ini adalah mengingat Allah bahwa Allah menjamin kita akan penyediaan, dan pengetahuan dan kekuatan-Nya sempurna, dan bahwa Dia terlepas dari penciptaan dan jauh dari kelupaan dan dari ketidakmampuan. Syaikh Ibn Ataillah menulis dalam bukunya The Abandonment of the Management of Affairs “Percayakan urusan kita kepada Allah juga merupakan kualitas yang sangat penting untuk diperoleh. Mustafa Zahri, 1998 82-89. Landasan Hidup, tanpa pemahaman ini muslim akhirnya lumpuh. Tapi dengan itu kaum Muslim bebas menjadi budak, yaitu mematuhi dengan cara tanpa hambatan. Masalah mencoba taat tanpa pengertian adalah bahwa Anda hanya bisa melakukan apa yang Anda bisa. Tapi untuk menaati 11 Allah sambil mempercayai Dia adalah untuk meninggalkan semua keterbatasan praktis, dan untuk memulai pencapaian apa yang telah Allah perintahkan agar kita lakukan; Pembatas Ilmu Islam, tasawwuf membuat semua pengetahuan lain tunduk pada pengetahuan tertinggi yaitu La ilaha illallah. Dengan Tasawwuf kita menyadari bahwa pengetahuan tentang Allah berada di atas setiap pengetahuan lainnya. Tasawwuf memungkinkan kita untuk mencicipi La hawla wa la quwwata illa billah seperti tasawuf amali; Lebih Mencintai Allah, dalam Qur’an, Allah menghubungkan bahwa orang beriman di antara orang-orang Firaun berkata” Saya telah mempercayakan perselingkuhan saya kepada Allah. “Kenyataannya adalah keinginan kita kepada Allah untuk melestarikan kita dari semua yang memiliki bahaya di dalamnya dan yang dengannya kita tidak memiliki keamanan. Abudin Nata 1996 13. C. KESIMPULAN Tasawuf adalah ilmu jalan menuju Allah. Tasawuf adalah ilmu yang sesuai dengan jalur Islam melalui pengalaman langsung sang Nyata dan bukan melalui lidah atau belajar dari buku. Ini menyiratkan ditinggalkannya teologi apapun. Tauhid tidak logis. Dalam hal ini Tasawwuf adalah pelindung Tauhid La ilaha illallah. Muslim menegaskan La hawla wa la quwwata illa billah. Ini menyiratkan bahwa tidak ada dua kekuatan di alam semesta. La hawla wa la quwwata illa billah juga berarti ada satu sumber kekuatan. Allah memberi kita kuasa-Nya dan membimbing kita dengan keterbatasan kita. Oleh karena itu kita adalah sumber kesengsaraan kita sendiri. Semua sarana tersedia bagi kita. Dari sinilah datang tawakkul hasbunullahu wa ni’mal wakil, “Allah sudah cukup bagi kita dan Dia adalah wali terbaik” seperti hakikat tasawuf falsafi. Tasawuf tidak menjadi konsumen pasif dan jinak dalam masyarakat ini dengan malam yang tercerahkan. Tasawuf adalah transformasi hati Anda sehingga Anda menyadari bahwa Anda bertanggung jawab atas dunia, dan dunia tidak bertanggung jawab atas Anda. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami bahwa apa yang Allah perintahkan adalah mungkin, dan ini menunjukkan jalan kita untuk mencapai tujuan tertinggi kita fisabilillah. Tasawuf memungkinkan kita untuk memahami bahwa perbuatan hati lebih kuat daripada perbuatan anggota badan. DAFTAR PUSTAKA Ariwidodo, Eko. Kontribusi Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan Islam. Volume 13. Juli-Desember 2016. LP2M IAIN MADURA. Dikutip pada tanggal 27 Juni 2019. Fauqi H, Muhammad. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta Amzah. Mubarok, Achmad. 2001. Psikologi Qur’ani. Jakarta Pustaka Firdaus. Munir Amin, Samsul. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta. Amzah. Ni'am, Syamsun. 2014. Pengantar Belajar Tasawuf. Jakarta Ar-ruz Media. 12 Riyadi, Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf. jakarta LP3ES. Syukur, Amin. 2002. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, Mustafa. 1998. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya PT. Bina ilmu. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan IslamEko AriwidodoAriwidodo, Eko. Kontribusi Pekerja Perempuan Pesisir Sektor Rumput Laut Di Bluto Kabupaten Sumenep. Jurnal Nuansa jurnal penelitian ilmu sosial dan keagamaan Islam. Volume 13. Juli-Desember 2016. LP2M IAIN MADURA. Dikutip pada tanggal 27 Juni FauqiFauqi H, Muhammad. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta Tasawuf. jakarta LP3ESKadir RiyadiRiyadi, Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf. jakarta Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, MustafaAmin SyukurSyukur, Amin. 2002. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Zahri, Mustafa. 1998. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya PT. Bina ilmu.Bab1: Pengenalan Tasawwuf 4-6 3. Bab 2: Sejarah lahirnya Tasawwuf 7 Zaman Rasulullah 8-9 Zaman Sahabat 10-11 Zaman Tabi'in 4. Bab 3: Perkembangan Tasawwuf 12-18 Makalah ini membincangkan sejarah perkembangan ilmu tasawwuf dari dulu hingga sekarang. Antara lain: pengertian
Sejarah Perkembangan Tasawuf 1. Benih tasawuf pada masa Nabi Muhammadd SAW Hidup sufistik, secara tradisional dan historis sudah terdapat pada masa Nabi. Sehari-hari Rasulullah beserta keluarganya selalu hidup sederhana dan apa adanya, di samping beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berjihat dalam mendekati Tuhannya. Bukhari menceritakan, bahwa Rasulullah sendiri menegaskan,” kami adalah golongan yang tidak makan kecuali kalau lapar, dan jika kami makan, maka tidaklah sampai kenyang.” Pada lain kesempatan Rasulullah juga bersabda,”kefakiran adalah kebanggaanku.” Dari kenyataan historis di atas, nampak jelas bahwa kehidupan sufi sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya. Namun perilaku keshalihan dan kezuhudan itu memudar dan hilang pada masa kekhalifan bani umayyah yang secara licik merebut tahta dari rakyat. Demikian kesaksian al-Kharraz, seorang sufi terkemuka abad k-3 H/ke-9 M. Tradisi-tradisi sufistik itu dapat kita tela’ah dan kita peroleh dari kumpulan khutbah para sahabat, terutama Umar bin al-Khattab, dan yang paling masyhur adalah kebijakan Ali Nahj Al-Balaghah Path of Elloguence yang mengemukakan prinsip tauhid-sufistik. 2. Munculnya Madzhab Sufi Sejarah sufi dipengaruhi oleh dua pikiran, menurut alam pikiran yang berkembang dalam zaman tabi’in. Gerakan sufi terpecah menjadi dua madzhab, sebagaimana aliran-aliran lain dalam islam. Yang satu berpuasat di Basrah sebagai pusat pemerintahan bani umayyah, dan yang satunya lagi berpusat di kuffah, simbol dari kediaman keturunan Ali jalur Hasan dan Husain. Orang-orang Arab di Basrah yang berasal daribangsa tamimi memiliki pembawaan realis dan kritis dalam car berpikir. Gemar terhdapp logika dalam kupasan ilmu bahsa, realis dalam bersair, kritis dalam kupasan hadist, dengan jiwa mu;tazilah dan qodariyahnya dalamm dogmatika. Sedang orang-orang arab di kuffah berasal dari suku bangsa yamani, berpembawaan idealis dan tradisionalis gemar mendalami ilmu bahasa, plato dalam syair, pengikut nadzhab Zhahiri dalam hadist, dengan jiwa syi’ah dan murji’ah dalam dogmatika. Mereka mendapatt guru Rabi’ bin Khaisam w. 686, Abu Israil Mula’i w. 757, Jabir bin Hayyan, Kulaib al-Saidawi, Mansur bin Ammar, Abul Athahiyyah dan Abdak. Ketiga guru terakhir menghabiskan umurnya mengajar di Bagdad yang menjadi pusat gerakan mistik islam sesudah tahun 864 M. Zaman itu merupakan suatu masa pertemuan yang pertama kali antara ilmu tasawwuf dan agama, masa perdebatan secara terang-terangan antara ahli sufi dan para ahli ilmu fiqih, perdebatan antarr Zun Nun al-Mishri W. 854 dengan Nuri dan juga antara Abu Hamzah dengan al-Hallaj, yang di lakukan di hadapan qadhi hakim di Bagdad. 3. Masa Perkembangan Ajaran Sufi Abad 2-9 H/8-15M Era pembentukan ajaran, era pengembangan, era purifikasi doktrin sufi atau era pemantapan doktrin pemurnian 1, dan era purifikasi tradisi sufi yang disebut juga era Neo-sufisme pemurnian 2 pada sisi lain sejaran sufi juga mencatat adanya era kejayaan sufi yang berlangsung sejak abad ke-1 sampai abad ke-9, dan era runtuhnya kejayaan sufisme dari akhir abad ke-9 sampai ke abad 12H. Sementara abad ke-13 samapai awal abad ke 15 saat ini, merupakn era harapan barubagi sejarah sufi, walaupun belum bisa di petakan secara tegas. Tadayyun atau tujuan beragam, yakni melaksanakan peraturan keagamaan secara disiplin dan menyatu dengan kejiwaan dapat terlaksana dengan baik pada masa Nabi, serta masa Hula’urRasyidin yang awalmasa Abu Bakar dan Umar. Masa itu di identikan sebagi era kegemilangan dan kejayaan Islam, dan juga merupakan suatu kurun waktu yang di idealisasikan sebagai era pucakal_shalaf al-shalih dimana secara keseluruhan era ini berlangsung sampai abad ke-3H, era Nabi, era Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ al-Tabi’in. Saat keemasan tersebut berakhir dengan dibunuhnya khalifaf Utsman. Peristiwa itu yang mengawali terkurasnya terkurasnya tenaga umat Islam hanya untuk memikirkan perpecahan intern umat Islam, dan menjadi preseden awal tentang kerusakan akhlak dan tidak lagi meresapnya nilai tauhid dalam kehidupan keagamaan. Kondisi ini diperparah dengan berbagai kejadian pada masa Ali bin Abi Thalib dengan perseteruan politik dengan Muawiyyah, perang Shiffin, kondisi di Nahrawan, fitna Ibnu Zubair, model pemerintahan Bani Umayyah yang otoriter dan berubah menjadi kerajaan serta masalah-masalah lainya. Pada abad ke I H paruh kedua, lahir tokoh sufi Hasan Al- Bashri dengan membawa ajaran khauf dan raja’nya. Sejak itu muncullah benih-benih sistematisasi tasawuf besreta garis-garis besar mengenai jalan thariq penempuhan sufi yang sudah kelihatan disusun. Ini disusul kemudian pada abad I dengan tampilnya Rabi’ah Al-Adawiyah yang terkenal dengan ajaran hubb cinta Illahinya. Corak kezuhudan itu ditandaskan lagi serta dikembangkan secara intensif pada abad ke II, terutama didorong oleh suasana politik yang sangat mendominasi kehidupan masyarakat, serta adanya kecenderungankehidupan pejabat yang materialistis dan individualis. Era pengembangan terjadi pada abad ke-3 dan ke-4 abad-abad ini, tasawuf sudah bercorak kefanaan yang menjurus kepada doktrin kebersatuan. Persoalan latihan ruhani yang bisa membawa kepada Tuhannya menjadi mengemuka. Pada era abad ke-4 inilah juga terdapat periode penting dalam gerakan tasawuf amaly, atau thariqoty. Al-Hujwiri al –farisi yang menulis pada pertengahan abad ke-5/ ke-11 menyatakan tak kurang dari 12 “sekte” tasawuf, 10 yang dinyatakan ortodoks mu’abar, sedang yang 2 bid”ah. Pada abad ke IV ini muncul juga kitab risalah umum yang palint tua dan masih bertahan hingga sekarang, yakni Al-Luma’, karya Abu Nashr al-Saaraj w. 378/988. Di dala kitab itu, kita akan dikenalkan dengan tokoh sufi teosofis,Abu Thalib a-Makki w. 386/996 yang semasa dengannya, yang menulis kompendium berbahasa arab mengenai ujaran-ujaran ulama’ sufi, dalam kitab termasyhur Qut al-Qulub pembekalan hati yabg di bandang sebai kitab perintis dan berhasill dalam membangun gagasan menyeluruh sufisme. Era purifikasi doktrin sufi atau era pemantapan doktrin pemurnian 1, terjadi pada abad ke 5 H. Pada masa ini terjadi kompetisi antara tasawuf yang berbau filsafat dengan tasawuf model kaum sunni permulaan. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan, sedangkan tawanannya tenggelam dan kemudian muncul kembali pada abad ke-6. Pada masa ini kita saksikan tesawuf berdiri kokoh dan menyebar luas di segenap penjuru dunia muslim. Tokoh-tohoh tasawuf ini adalah Al-Qusyairi, Al-Hujwiri, danAl Ghazali.. Sedangkan era purifikasi tradisi sufi yang disebut juga era Neo-Sufisme pemurnian II terjadi pada awal-awal abad pada era ini di tandai dengan corak falsafy, yakni kompromi serta pemakaian term-term filsafat yang disesuaikan dengan tasawuf. Tokoh-tokoh corak falsify ini antara lain, Muhyidin Ibnu Al-Arabi; Syuhrawardi Al-Maqtul; dan Ibnu Syib’in. dari embrio itulahordo-ordo sufi berkembang, yang pada abad ke-6 mengkristal dalam bentuk pelembagaan thariqat sufi. Seiring dengan makin berkibarnya sufi-thariqoh, sebenarnya mulai pertengahan akhir abad ke-9, dunia tasawuf berada di ambang pintu yang mengkhawatirkan, sebab padad abad ini, hingga abad ke-13, bahkan akhir abad ke-14 , sufisme islam yang dulunya cemerlang dan mampu membawa pencerahan masyarakat muslim, yang mengharumkan agama terakhir iniengalami degradasi, baik kuantitas maupun kualitasnya. 4. Masa-masa runtuhnya tasawuf Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-9 sampai abad ke-12 H dikena lsebagai era kevakuman dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam, dan perkembangan tasawuf ini. Keruntuhan sufisme de sebabkan adanya kolaborasi penguasa dengan para sufi. Kebrobokan moralitas intelektual dan moralitas spiritual itu terjadi merambah hampir di seluruh dunia Islam, yang sebagiannya di akibatkan karena kekalahan Islam dalam perang Salib, dan pengaruh kolonialisme yang mulai merambah seluruh dunia. Penyimpangan tasawuf banyak terjadi, atau masih ada sebagian yang konsisten dengan menggunakan tasawuf sebagai alat jihad. Pada abad ke-9 H, lahir tokoh ulama besar tasawuf, Syaikh Naqsyabandi Bahauddin Muhammad bin Muhammad Al-Uwaisy Al-Nukhari yang kemudian mendirikan thariqath Nasabandiyyah, yang cukup berpengaruh di Asia dan Afrika. 5. Taswuf di Dunia Modern Pada abad ke-19, 20, dan sampai awal abad ke-21 ini, terdapat banyak kaum Muslim yang berusaha membangkitkan kembali ajaran-ajaran dan praktek Islam otentik, bukan sekedar untuk menghadapi dominasi politik dan kultural Barat. Hingga sekarang, sebagian besar pengamat Barat masih menganggap kaum pembaru jenis ini sebagi harapan Islam untuk memasuki abad modern. Akan tetapi, dewasa ini, hancurnya identitas budaya Barat dan bangkitnya kesadran tentang akar-akar ideologisdari gagasan-gagasan seperti kemajuan dan pembangunan sudah membuat kaum modernis fanatik semakin ter;liat naif, seklipun tidak berbahaya Sementara itu banyak guru sufi yang berusah sekuat tenaga untuk membangkitkan warisan Islam dengan memuasatkan perhatian pada apa yang mereka pandang sebagai penyebab seluruh kekakcauan , yakni sikap melupakan Allah. Dewasa ini, umat Islam tampaknya lebih bayak memperoleh isnspirasi dari guru-guru sufi daripada kaum intelektual moderniis, yangtelah tercerabut dari massa karena latar belakang akademis Barat mereka. Sejalan dengan kebangkitan tasawuf di dunia Islam adalah tersebarnya ajaran-ajaran sufi di Barat. Tasawuf spiritualis-0batiniah diperkenalkan pada awal abad ini oleh para guru musisi India, Inayat Khan. Ajaran-ajarannya kemudian di teruskan oleh putranya Pir Vilayat Inayat Khan, guru bagi kelompok Neww Age semacam Fritjof Capra dan sebagainya. Di Perancis, tasawuf umum diterima secara luas di kalangan kaum intelektualmelalui tulisan-tulisan seorang matematikawan yang kemudian beralih mjenjadi metafisikawan, Rene Guenon, juga dikenal sebagai Syaikh Abd Al-Wahid. Selain itu, masih banyak terdapat guru-guru sufi kontemporerlain seperti Syeikh fadhallah Haeri, atau Feisal Abdul Rauf. Merekalah sebagian dari yang tetap berjuang menjadi suluh atau obor sufi di tengah kegelapan kehidupan modern dewasa ini. Sumber Tasawuf Aktual. Muhammad Sholikhin. SemarangPustaka Nuun. 2002BABI (PENDAHULUAN) A. Latar Belakang. Secara historis akhlak tasawuf telah mendampingi perjalanan hidup umat manusia khususnya u Tasawuf mempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan zuhud yang selanjutnya berkembang menjadi tasawuf. Meskipun tidak persis dan pasti, corak tasawuf dapat dilihat dengan batasan- batasan waktu dalam rentang sejarah sebagai berikut A. ABAD PERTAMA DAN KEDUA HIJRIYAH Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Adapun ciri tasawuf pada fase ini adalah sebagai berikut 1. Bercorak praktis amaliyah Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Amaliah ini menjadi lebih intensif terutama pasca terbunuhnya sahabat Utsman. Para sahabat Nabi digambarkan oleh Allah sebagai orang yang ahli rukuk dan sujud, مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْأِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً 29 Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. al-Fath 29 Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama. Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah termasuk kelompok pertama orang-orang yang memeluk Islam al- Sabiqun al-Awwalun , salah seorang yang dijanjikan masuk surga, orang yang dengan gigih mengorbankan hartanya untuk perjuangan Islam dan orang yang mengawini dua putri Nabi. Peristiwa Utsman mendorong munculnya kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politik memilih tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta konsentrasi untuk beribadah. Sehingga al-Jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam ibadah yang juga salah seorang santri Ibn Mas’ud berkata, “Aku bersyukur kepada Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak seratus rakaat dan ketika terjadi perang Jamal dan Shiffin aku bersyukur kepada Allah dan aku menambahi shalat dua ratus rakaat demikian juga aku menambahi masing-masing seratus rakaat ketika aku tidak ikut hadir dalam peristiwa Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair”. 2. Bercorak kezuhudan Tasawuf pada pase pertama dan kedua hijriyah lebih tepat disebut sebagai kezuhudan. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi s.. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandaikata Nabi s.. yang menganjurkan untuk hidup zuhud sementara dirinya sendiri tidak melakukannya. Kezuhudan para sahabat Nabi digambarkan oleh Hasan al-Bashri salah seorang tokoh zuhud pada abad kedua Hijriyah sebagai berikut, ”Aku pernah menjumpai suatu kaum sahabat Nabi yang lebih zuhud terhadap barang yang halal dari pada zuhud kamu terhadap barang yang haram”. Pada masa ini, juga terdapat fenomena kezuhudan yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Mereka tinggal di emperan masjid Nabawi di Madinah. Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid, seperti belajar, memahami dan membaca al-Qur`an, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Allah sendiri juga memerintahkan Nabi untuk bergaul bersama mereka, وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ 52 Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu berhak mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim. al-An’am 52 Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartaNYA yang abadi, Salman al-Faritsi, seorang tukang cukur yang dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalam sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah, , Abu Hurairah, salah seorang perawi Hadits yang sangat terkenal adalah ketua kelompok ini, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. Menurut Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al-Shuffah sebenarnya bukan karena dorongan ajaran Islam, akan tetapi corak itu didorong oleh keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, sehingga mereka tinggal di masjid. Keadaan itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka para sahabat yang secara ekonomi berkecukupan dan tidak melakukan sebagaimana ahl al-Shuffah pun juga menjadi panutan bagi orang-orang bijak. 3. Kezuhudan didorong rasa khauf Khauf sebagai rasa takut akan siksaan Allah sangat menguasai sahabat Nabi dan orang – orang shalih pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Informasi al-Qur`an dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka. Rasa khauf menjadi semakin intensif terutama pada pemerintahan Umayah pasca jaman kekhilafahan yang empat. Pada masa pemerintahan Umayah, khauf tidak hanya sebatas sebagai rasa takut terhadap kedasyatan dan kengerian tentang kehidupan diakhirat akan tetapi khauf juga berarti kekhawatiran yang mendalam apakah pengabdian kepada Allah bakal diterima atau tidak. Pada masa ini pula, khauf menjadi sebuah pendekatan untuk mengajak orang lain pada kebenaran dan kebaikan. Pendekatan indzar menakut-nakuti lebih dominan dari pada pendekatan tabsyir memberi kabar gembira . Semangat kelompok keagamaan pada masa ini adalah penyebaran rasa takut kepada Allah, kritik terhadap kehidupan yang melenceng jauh dari nilai-nilai keagamaan pada masa Nabi dan dua khalifah sesudahnya dan memperbanyak ibadah. Tokoh utama keagamaan pada masa ini adalah Hasan al-Bashri. Bahkan para asketis – yang nantinya disebut sebagai para shufi – mengidentikkan pemerintah dengan kejahatan. 4. Sikap zuhud dan rasa khauf berakar dari nash dalil Agama Al-Qur`an dan al-Hadits memberikan informasi tentang kebenaran sejati hidup dan kehidupan. Keduanya memberikan gambaran tentang perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Keduanya memberikan informasi tentang kengerian kehidupan akhirat bagi orang-orang yang mengabaikan huum-hukum Allah. Selanjutnya orang – orang mukmin benar-benar meyakini informasi itu. Dan keyakinan itu melahirkan rasa khauf. Rasa khauf selanjutnya memunculkan sikap zuhud yaitu sikap menilai rendah terhadap dunia dan menilai tinggi terhadap akhirat. Dunia dijadikan sebagai alat dan lahan mazraah untuk mencapai kebahagian abadi dan sejati yaitu akhirat. 5. Sikap zuhud untuk meningkatkan moral Cinta dunia telah membuat saling bunuh dan saling fitnah antar sesama. Cinta dunia melahirkan ketidaksalehan ritual, personal maupun sosial. Itulah sebabnya Hasan al-Bashri sebagai salah seorang zahid dalam mengajak baik masyarakat maupun pemerintah para pemimpin kerajaan Umayah selalu mengajak untuk bersikap zuhud sebagaimana sikap ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sahabat Nabi yang setia. 6. Sikap zuhud didukung kondisi sosial-politik Meski sikap zuhud tanpa adanya keadan sosial politik tertentu masih tetap eksis lantaran al-Qur`an dan perilaku serta perkataan Nabi s.. mendorong untuk bersikap zuhud, namun keadaan sosial politik yang kacau turut menyuburkan tumbuhnya sikap zuhud. Selama abad pertama dan kedua hijriyah terutama setelah sepeninggal Rasul terdapat dua sistem pemerintahan , yaitu sistem pemerintahan kekhalifahan khilafah nubuwah dan sistem pemerintahan kerajaan mulk .Pemerintahan pertama berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah Nabi Muhammad yaitu sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakar hingga Ali bin Abi thalib tepatnya dari tahun 11 H/ 632 M. sampai dengan tahun 40 H./661 H. Mereka adalah para pengganti Nabi yang berpetunjuk al-khulafa` al-Rasidun . Sistem pemerintahan yang pertama ini mekanisme penggantiannya melalui pemilihan. Pemerintahan kedua sejak pemerintahan dinasti Umayyah tepatnya sejak tahun 41 H./661 M. Dan pemerintahan kedua ini mekanisme pengangkatan pemimpin tertinggi melalui petunjuk atau wasiat penguasa berdasarkan pertalian darah. Pemerintahan kekhalifahan, dalam pandangan banyak orang muslim, suatu bentuk kesalihan dan rasa tanggungjawab yang sangat dalam, sedangkan dinasti umayyah pada umumnya hanya tertarik pada kekuasaan itu sendiri. Kecaman yang sering ditujukan pada dinasti Umayyah adalah dinasti ini tidak menerapkan kebijakan untuk membuat asas Islam sebagai dasar bagi keputusan – keputusan administratif, oleh karenanya dinasti Umayyah lebih menomorsatukan politik dan menomorduakan agama. Mereka pada umumnya dianggapmenghamba duniawi dan kurang beriman. Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama. a. Fase Sebelum Terbunuhnya Khalifah Utsman Kehidupan spititual Islam sebelum terbunuhnya Utsman terhitung sejak masa Rasul dan masa dua khalîfah sesudahnya yaitu khalîfah Abu Bakar dan Umar. Kehidupan spiritual pada masa ini termasuk Islam murni. Ciri utamanya adalah amal untuk merealisasikan dua kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagian besar sahabat Rasul tidak mengalahkan akhirat untuk dunia atau sebaliknya. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Mereka tinggal di emperan masjid nabawi di Madinah. Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid seperti belajar, memahami dan membaca al-Qur`an, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartaNYA yang abadi, Salman al-Fartsi, seorang tukang cukur yang dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalam sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah, , Abu Hurairah, salah seorang perawi hadits yang sangat terkenal adalah ketua kelompok ini, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. Menurut Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al-Shuffah sebenarnya bukan karena dorongan ajaran Islam, akan tetapi corak itu didorong oleh keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, sehingga mereka tinggal di masjid. Keadaan itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka para sahabat yang secara ekonomi berkecukupan dan tidak melakukan sebagaimana ahl al-Shuffah pun juga menjadi panutan bagi orang-orang bijak. Kesederhanaan kehidupan Nabi juga diklaim sebagai panutan jalan para shufi. Banyak ucapan dan tindakan Rasul yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian ataupun makanan, meskipun makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Hal itu berlangsung hingga ahir hayat Rasul Allah. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandaikata Rasul yang menganjurkan untuk hidup zuhud dan sederhana sementara dirinya sendiri tidak melakukannya b. Fase Pasca Terbunuhnya Khalifah Utsman Pasca terbunuhnya khalifah Utsman, kehidupan spiritual mengalami perubahan dibandingkan dengan masa sebelumnya. Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah termasuk kelompok pertama orang-orang yang memeluk Islam al- Sabiqin al-Awwalin , salah seorang yang dijanjikan masuk surga, dan orang yang mengawini dua putri Nabi. Peristiwa Utsman mendorong munculnya kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politik memilih tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta konsentrasi untuk beribadah. Sehingga al-Jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam ibadah yang juga salah seorang santri Ibn Mas’ud berkata, “Aku bersyukur kepada Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak seratus rakaat dan ketika terjadi perang Jamal dan Shiffin aku bersyukur kepada Allah dan aku menambahi shalat dua ratus rakaat demikian juga aku menambahi masing-masing seratus rakaat ketika aku tidak ikut hadir dalam peristiwa Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair”. Dengan demikian pada masa ini mempunyai corak baru dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin. Fenomena keagamaan itu ditandai dengan munculnya para juru cerita al-Qashshas baik di masjid-masjid ataupun di tempat khalayak ramai dan para qurra` yaitu mereka yamg membaca al-Qur,an dengan menangis. Markas utama para qurra itu ada di Bashra. 2. Fase Abad Kedua Hijriyah Kehidupan spiritual pada fase ini mempunyai ciri tersendiri. Konsep zuhud yang semula berpaling dari kesenangan dan kemewahan dunia berubah menjadi pembersihan jiwa, pensucian hati dan pemurnian kepada Allah. Latihan-latihan diri al-riyâdlah sangat menonjol pada fase ini seperti menyepi khalwah , bepergian siyâhah , puasa al-shwm dan menyedikitkan makan qillah al-tha’âm bahkan sebagaian mereka tinggal di gua-gua. Menurut Ibn Khaldun, orang yang mengkonsentrasikan beribadah pada fase ini mendapatkan julukan al-Shufiyah atau al-Mutashawwifah. Tema sentral zuhud pada fase ini adalah tawakal dan ridlâ. Konsep tawakal dan ridlâ yang terdapat dalam al-Qur`ân itu yang oleh para asketis sebelumnya dalam arti etis berubah menjadi madzhab yang sangat ektrim. Itulah pada fase ini banyak kalangan asketis zâhid melakukan perjalanan masuk ke hutan dengan bertawakal tanpa bekal apapun dan mereka rela terhadap karunia apa saja yang mereka terima. Tokoh terkenal madzhab tawakal adalah Ibrahim bin Adham w. 161 H. / 790 M. . Ia meninggalkan kehidupan kebangsawanan di Balkh ibu kota kaum Budish tempat ia dilahirkan. Perkembangan doktrin tawakal ini pada perkembangannya mengarah kepada konsep sentral shufi tentang hubungan manusia dan Tuhan, konsep ganda tentang cinta dan rahmat melebur dalam suatu perasaan. Nampaknya Kehidupan spiritual pada fase ini terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh luar. Cerita Malik ibn Dinar banyak diriwayatkan dari al-Masih, Taurat dan pendeta. Kehidupan Ibrâhim ibn Adham menyerupai kehidupan Sidarta Gautama, seorang peletak agama Budha. Adalah hal biasa seorang abid kontak dengan para pendeta râhib . Mereka saling tukar pengalaman mengenai kebijaksanaan al-hikmah, wisdom dan cara-cara mujahadah. Itulah sebabnya fase abad kedua hijriyah ini terutama pasca Hasan al- Bashri dapat disebut sebagai fase transisi dari zuhud, yang puncaknya pada Hasan al-Bashri menuju tasawuf yang dimulai sejak Râbiah al-Adawiyah. Fase ini juga kadang disebut dengan fase kelompok para penangis al – Bukkâ’un . 3. Fase Abad III dan IV Hijriyah Apabila abad pertama dan kedua Hijriyyah disebut fase asketisisme kezuhudan , maka abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian yang pada masa sebelumnya digelari dengan berbagai sebutan seperti zahid, abid, nasik, qari` dan sebagainya, pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai fana fi al-mahbub . Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai al-ittihad . Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik al-hissiyat. Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ana . Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami H. dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj 244 – 309 H. yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. al-Hallaj dilahirkan di Persia dan dewasa di Iraq Tengah. Dia meghadapi empat tuduhan yang ahirnya membawanya dieksekusi di tiang salib. Empat tuduhan yang dituduhkan kepadanya adalah, 1. Hubungannya dengan kelompok al-Qaramithah 2. Ucapannya ” أنا الحقّ saya adalah tuhan yang maha benar 3. Keyakinan para pengikutnya tentang ketuhanannya 4. Pendapatnya bahwa menunaikan ibadah haji tidak wajib Tokoh lainnya adalah Dzunnun al-Mishri w. 245 H. yang dikenal dengan pencetus ma’rifat. Dia pernah belajar ilmu Kimia dari Jabir bin Hayyan. Dia juga dianggap orang yang berbicara pertama kali tentang maqamat dan ahwal di Mesir., al-Hakim al-Tirmidzi w. 320 H. dengan konsep kewalian, Abu Bakar al-Sibli H. 4. Fase Abad V Hihriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi sunnah Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi dan sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali H atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali. Ia dilahirkan di Thus Khurasan. Ia hidup dalam lingkungan pemikiran maupun madzhap yang sangat hitorigen. al-Ghazali dikenal sebagai pemuka madzhab kasyf dalam makrifat. Tentang kesunnian al-Ghazali dikomentari oleh muridnya Abdul Ghafir al-Faritsi,”Ahirnya al-Ghazali berkonsentrasi pada hadits Nabi al-Mushthofa dan berkumpul bersama-sama ahli Hadits dan mempelajari kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih al-Muslim Dia menerima tasawuf dari kelompok persia menuju tasawuf suuni. Itulah sebabnya ia banyak menyerang filsafat Yunani dan menunjukkan kelemahan-kelemahan aliran batiniyyah. Di antara buku karangannya adalah Tahafut al-Falasifah, al-Munqidz Min al-Dlalal dan Ihya` Ulum al-Din. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi 471 H. , al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa dzauq dan rasio akal , tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali. Tokoh –tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi 560 – 638 H. dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar Syekh Besar. Di masa mudanya, ia pernah menjadi sekretaris hakim tingkat wilayah. Sakit keras yang pernah dialami mengubah sikap hidup yang sangat drastis. Dia menjadi seorang zahid dan abid. Dia menghabiskan waktunya di beberapa kota di Andalusia dan di Afrika Utara untuk bertemu para guru shufi. Umur tiga puluh tahun pindah ke Tunis kemudia ke Fas. Disini, Ibnu Arabi menulis buku berjudul al-Isra Ila Maqam al-Asra الإسراء إلى مقام الأسرى . Kemudian pergi ke Kairo dan al-Quds yang kemudian diteruskan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ibnu Arabi beberapa tahun tinggal di Mekkah dan disinilah ia menyusun kitab Taj al-Rasail تاج الرسائل dan Ruh al-Quds روح القدس dan pada tahun 598 H. Mulai menulis kitab yang sangat terkenal al-Futuhat al-Makkiyyah الفتوحات المكية. Ahirnya Ibnu Arabi tinggal di Damaskus dan menulis kitab Fushush al-Hikam فصوص الحِكَم . Ibnu Arabi meninggal pada tahun 638 H. Tokoh lainnya adalah al-Syuhrawardi 549 – 587 H. dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in 667 H. dan Ibn al-Faridl 632 H. Pada abad VI juga ditandai dengan munculnya tariqat yakni madrasah shufi yang bertujuan membimbing calon shufi menuju pengalaman ilahi melalui teknik dzikir tertentu. Oleh sebagian orang dikatakan bahwa munculnya taiqat adalah untuk membantu orang-orang –awam agar ikut mencicipi tasawuf karena selama ini pengalaman tasawuf hanya dialami oleh orang-orang tertentu saja khawash. Disamping itu kehadiran thariqat juga untuk memagari tasawuf agar senantiasa berada dalam koridor syariat. Itulah sebabnya sistem thariqat sangat ketat. 1Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Available at: DOI: Mazhab Akidah dan Sejarah Perkembangan Tasawuf Ba lawi Kholili Hasib* Institut Author: Hadi Hartono. 35 downloads 154 Views 506KB Size. Report. DOWNLOAD PDF. Recommend Documents. SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN TASAWUF . PENDAHULUAN Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki pancaindera, akal dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang ilmu yang berperan penting. Pertama, fikih berperan dalam membersihkan dan menyehatkan pancaindera dan anggota tubuh. Istilah yang digunakan fikih untuk pembersihan dan penyehatan pancaindera dan anggota tubuh ini adalah thaharah barsuci. Kedua, filsafat beeperan dalam menggerakan, menyehatkan dan meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan dengan dimensi metafisik dari manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang menjelaskakn inti tentang sesuatu. Ketiga, tasawuf berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esotorik batin dari manusia. 2. PEMBAHASAN Pengertian Tasawuf Para ulama tasawuf dalam penggunaan kata tasawuf berebeda pendapat tentang asal usul katanya.[1] Lafal tasawuf merupakan mashdar kata jadian bahasa Arab dari fi’il kata kerjaتصوف يتصوف تصوفا yang merupakan فعل مزيد بحرفين kata kerja tambahan dua huruf; yaitu “Ta” dan “Tasydid” yang sebenarnya berasal dari فعل مجزد ثلاثي kata kerja dari tiga huruf, yang berbunyi يصوف صاف menjadi صوفا mashdar; yang artinya mempunyai bulu yabg banyak. Perubahan dari kata صوفا يصوف صوف menjadi kata ثصوف يثصوف ثصوفا yang diistilahkan dalam bahasa Arab ; yang artinya menjadi atau berpindah.[2] Jadi lafal الثصوف at tasawufu yang artinya menjadi berbulu yang banyak; dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi, yang ciri khas pakaiannya selalu terbuat dari bulu domba wol.[3] Ada yang mengemukakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shafa yang berarti suci, bersih atau murni. Pandangan lain mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shaff yaitu barisan. Demikian pula ada yang mengatakan bahwa tasawuf dari kata ash-shufu yang artinya buku atau wol kasar.[4] Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahlinya antara lain Asy-Syekh Muhammmad Amin Al-Kundy mengatakan “Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihknnya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju kepada perintah-Nya”[5]. Imam Al-Ghazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Kataany yang mengatakan “Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur petunjuk islam. Dan Ahli Zuhud yang jiwanya menerima perintah untuk melakukan beberapa akhlaq terpuji, karena mereka telah melakukan suluk dengan nur petunjuk imannya”.[6] As-Suhrawardy mengemukakan pendapat Ma’ruf Al-Karakhy yang mengatakan “Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk kesenangan duniawi”.[7] Dari berbagai pandangan ulama tasawuf tentang asal usul kata tasawuf dapat disimpulkan bahwa pengertian tasawuf adalah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada mal shalih dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan dri dari keduniaan dalam rangka pendekatan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat denganNya.[8] Sejarah Asal Mula Tasawuf Fase Pertama Abad 1-2 H/7-8 M Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.[9] Bahkan seperti diketahui, bahwa beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhannya.[10] Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhanya. Beberapa sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai mahaguru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan sufi. Sahabat-sahabat yang dimaksud adalah Abu Bakar As-sidiq W. 13 H Umar bin Khattab W. 23 H Usman bin Affan W. 35 H Ali bin Abi Thalib W. 40 H Salman Al-Farisy Abu Zar Al-Ghifari Ammar bin Yasir Huzaidah bin Al-Yaman Niqdah bin Aswad Perkembangan Tasawuf pada Masa Tabiin Ulama-ulama sufi dari kalangan tabiin, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat.[11] Ada beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabiin antar lain Al-Hasan Al-Bashri 22-110 H Rabi’ah Al-Adawiyah W. 105 H Sufyan bin Said Ats-Tsaury 97-161 H Daun Ath-Thaiy W. 165 H Syaqieq Al-Bakhiy W. 194 H Pada abad pertama Hijriyah, Ulama-ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari madinah. Tetapi di abad kedua Hijriyah, ulama-ulama sudah menyebar di wilayah kekuasaan islam. Ciri lain yang terdapat pada perkembangan tasawuf di abad pertama dan kedua Hijriyah adalah kemurniannya dibandingkan dengan tasawuf di abad-abad sesudanya. Fase kedua Abad ke 3-4 H/ 9-10 M Fase kedua ini diawali dengan masa peralihan’ di mana para asketis sudah tidak lagi dikenal sebagai asketis tapi lebih dikenal sebagai sufi karena sudah sedikit ditandai perilaku tasawuf.[12] Perkembangan Tasawf pada Abad Ketiga Pada abad ini, terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang berkembang di masa itu.[13] Sehingga mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak Tasawuf yang berintikan metafisika[14] Sedangkan tokoh-tokoh sufi yang terkenal abad ini; antara lain Abu Sulaiman Ad-Darany W. 215 H Ahmad bin Al-Hawary Ad-Damasqiy W. 230 H Abul Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishriy W. 245 H Abu Yazid Al-Bushthamy W. 261 H/874 M Junaid Al-Baghdady W. 298 H Al-Hallaj lahir 244 H/858 M Di akhir abad ketiga hijriyah ini, mulai timbul perkembangan baru dalam sejarah tasawuf, yang ditandai dengan bermunculannya lembaga pendidikan dan pengajaran, yang di dalamnya terdapat kegiatan pengajaran tasawuf dan latihan-latihan rohaniyah. Perkembangan Tasawuf pada Abad Keempat Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuan di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing.[15] Sehingga kota Baghdad yamg hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaing oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama yamg terkenal kealimannya, antara lain Musa Al-Anshary, mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan Persia atau Iran, dan wafat di sana tahun 320 H. Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy, mengajarkannya di salah satu kota di Mesir, dan wafat di sana tahun 322 H Abu Zaid Al-Adamy, mengajarkannya di semannjung Arabiyah, dan wafat di sana tahun 314 H Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahab As-Saqafy, mengajarkannya di Nasaibur dan kota Syaraz, sehingga beliau wafat tahun 328 H Perkembangan tasawuf di berbagai negeri dan kota, tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota Baghdad.[16] Fase ketiga Abad 5 H/6 M Pada abad kelima ini aliran tasawuf kelompok kedua yang dikembangkan oleh Abu Yazid Al-Busthamy dan Husain bin Mansur Al-Hallaj pada abad ketiga dan keempat H mulai tenggelam dan mulai muncul kembali dalam bentuk lain. Pada abad inilah terlihat tanda-tanda semakin dekatnya corak tasawuf dengan ajaran tasawuf yang di amalkan pada abad pertama Hijriyah. Tetapi pada abad sesudahnya, kembali terlihat ada tanda-tanda yang menjurus kepada perbedaan pendapat ahli tasawuf dengan fuqaha beserta mutakallimin, karena corak tasawuf falsafi yang telah diamalkan pada abad ketiga dan keempat Hijriyah kembali muncul di kalangan umat Isalm.[17] Fase Keempat Abad 6 H Pada fase ini, tasawuf yang dikembangkan pada abad ketiga dan keempat dan pernah tenggelam pada abad kelima Hijriyah, muncul kembali dan lebih dikembangkan para sufi dan juga filosof. Tasawuf ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf sunni, tasawuf falsafi menggunakan terminologi folosofis dalam pengungkapannya.[18] Perkembangan tasawuf pada abad keenam Hijriyah banyak ulama tasawuf yang berpengaruh dalam perkembangan taasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy W. 587 H/1191 M. Ia mulai belajar filsafat dan ushul fiqh pada Asy-Syekh Al-Imam Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.[19] Manfaat Tasawuf Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan mensucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya yang menyadarkan hanya pada kehidupan kebendaan, di samping juga melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan yang tercela. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna yang penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan.[20] Semua sufi berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan dekat atau berada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan “kesucian jiwa”. Kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat nanti yang kebahagiaannya amat tergantung pada selamatnya rohani dari perbuatan dosa dan pelanggaran. Untuk mewujudkan rohani yang sehat termasuk salah satu tugas tasawuf yang utama. Kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan di dunia ini sebenarnya terletak pada adanya ketenangan batin yang dihasilkan dari kepercayaan dan ketundukan pada Tuhan. Pada saat seseorang usianya sudah lanjut yang ditandai dengan melemahnya fisik, kurang berfungsinya pencernaaan dan pancaindera, saat seperti ini manusia tidak ada jalan lain kecuali dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, tempat ia harus mempertanggungawabkan amalnya.[21] Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, maka di perlukan suatu riyadah latihan dari satu tahap ke tahap lain yang lebih tinggi. Jadi untuk mencapai kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara sepontan dan sekaligus.[22] KESIMPULAN Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhanya. Pada abad pertama Hijriyah, Ulama-ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari madinah. Tetapi di abad kedua Hijriyah, ulama-ulama sudah menyebar di wilayah kekuasaan islam. tasawuf yang dikembangkan pada abad ketiga dan keempat dan pernah tenggelam pada abad kelima Hijriyah, muncul kembali dan lebih dikembangkan para sufi dan juga filosof. Tasawuf ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf sunni, tasawuf falsafi menggunakan terminologi folosofis dalam pengungkapannya. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna yang penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Semua sufi berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan dekat atau berada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan “kesucian jiwa”. Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, maka di perlukan suatu riyadah latihan dari satu tahap ke tahap lain yang lebih tinggi. Jadi untuk mencapai kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara sepontan dan sekaligus. DAFTAR PUSTAKA Mustofa, A, Ahklak Tasawuf, Bandung CV Pustaka Setia, 2014. Cet. Ke 6. Nasution, dan Rayani, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman dan pengaplikasiannya, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2013. Cet. Ke 1. Nata, Abuddin, Akhlak Taswuf, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2012. Cet. Ke 2. Umar, Nasaruddin, Tasawuf Modern, Jakarta Repiblika Penerbit, 2014. Cet. Ke 1. Zuhri, Amat, Imu Tasawuf, Yogyakarta STAIN Press Pekalongan, 2010. Cet. Ke 4. [1] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 3 [2] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 201 [3] Ibid, hlm. 202 [4] Ahmad Bangun Nasution, Ibid, hlm. 3 [5] A mustofa, Ibid, hlm 203 [6] Ibid, hlm. 204 [7] Ibid, hlm. 205 [8] Ahmad Bangun Nasution, Ibid, hlm. 3 [9] Ibid, hlm. 17 [10] Ibid, hlm. 17 [11] A mustofa, Ibid, hlm. 214 [12] Amat zuhri, Ilmu Tasawuf Yogyakarta STAINPRESS Pekalongan, 2010 hlm. 22 [13] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 22 [14] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 220 [15] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 22 [16] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 225 [17] Amat zuhri, Ilmu Tasawuf Yogyakarta STAINPRESS Pekalongan, 2010 hlm. 24 [18]Ibid, hlm. 26 [19] Ahmad Bangun Nasutin, Ibid, hlm. 23 [20] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 206 [21] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 191 [22]A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 207 historiografipaling awal dalam sejarah Islam. Di awal abad ke-3 H / 9 M perkembangan historiografi pada bangsa Arab terlihat semakin pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti: 1. Ketersediaan bahan-bahan kesejarahan sebagai akibat 4 Maghazi berasal dari kata ghazwah (ekspedisi militer) yang dari sudut pandang sejarah berarti perang. 1. Abad I dan II Hijriyah Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi Saw. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul Saw yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul Saw dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Fartsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. 2. Fase Abad III dan IV Hijriyah Abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai fana fi al-mahbub. Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai al-ittihad. Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik al-hissiyat. Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah Swt sehingga masingmasing bisa memanggil dengan kata aku ana. Hulul adalah masuknya Allah Swt kedalam tubuh manusia yang dipilih. Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami H. dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj 244 – 309 H. yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. 3. Fase Abad V Hihriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadis atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi sunnah Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi Saw dan sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali H atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi 471 H., al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. 4. Fase Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa dzauq dan rasio akal, tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah Swt sedangkan selain Allah Swt hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali. Tokoh-tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi 560 -638 H. dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar Syekh Besar. Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi 549-587 H. dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in 667 H. dan Ibn al-Faridl 632 H. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah perkembangan tasawwuf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
RequestPDF | Sejarah Perkembangan Tasawuf 'Amali | Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung
PENDAHULUAN Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang sebagai buktinya adalah misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejumlah perpustakaan, di negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara-negara Barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim, ini dapat menjadi salah satu alasan betapa tingginya ketertarikannya mereka terhadap tasawuf. Adapun yang dimaksud dengan Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma'rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah Swt dan mengikuti syari'at Rasulullah saw. Dalam mendekatkan diri dan mencapai riḍha-Nya. 1 Tasawuf sendiri adalah upaya untuk membebaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaan demi meraih sifat-sifat malaikat dan akhlak ilahi, serta menjalani hidup pada poros ma'rifatullah dan maḥabbatullah sembari menikmati kenikmatan spiritual. Sedang sebuah ungkapan yang disematkan kepada para ahli tasawuf disebut sufi. 2 Tujuan para sufi adalah ma'rifatullah yang dalam perjalanannya melalui beberapa tahap seperti syariat, ṭarῑqah, hakekat dan ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan akhir dari tasawwuf, yang mana didikannya pun berpindah dari hakekat ke ma'rifat yaitu mengenal Tuhan sebaik-baiknya. 3 Sufisme atau orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam, orang-orang yang berupaya mencari jalan atau praktik amalan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati adalah orang-orang yang mengikuti jalan penjernihan diri, penyucian hati dan meningkatkan kualitas karakter dan perilaku mereka agar mencapai tahapan maqam orang-orang yang menyembah Allah seolah-olah mereka melihat-Nya dan jikalau tidak Dia selalu melihat mereka. 4 Dari penjelasan di atas, maka tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf, jika diteliti lebih mendalam, ketertarikan 1lzDEoQH.